Di usia kanak-kanak, buah hati tentu membutuhkan
perhatian yang lebih dari kedua orangtuanya. Begitu pula dengan Mita. Mita
merupakan anak perempuan yang cantik dan selalu ceria. Namun dibalik keceriaan
tersebut tersimpan rasa sakit yang amat perih. Di usianya yang masih muda, Mita
harus berjuang melawan penyakit ganas. Penyakit ganas yang diderita Mita adalah
kanker paru-paru.
Meski harus berjuang melawan penyakit kanker,
lekukan senyum dibibirnya tak pernah pudar. Justru, penyakit kanker tersebut
membuat Mita lebih memahami arti hidup yang sebenarnya. Tak peduli seberapa
berat penyakit yang dialami, waktu terus berjalan. Untuk itu, setiap detik
dalam hidupnya dijalani Mita dengan penuh semangat.
Bagi Mita, hal yang terpenting bukan seberapa lama dia bertahan hidup, melainkan
sejauh mana ia mampu mengukir kenangan indah dalam hidupnya. Oleh karena
itu, Mita selalu berusaha membawa kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya,
terutama kedua orangtua.
Namun sayang, saat Mita masih berusia 5 tahun,
kedua orangtuanya meninggal dunia karena kecelakaan. Mau tidak mau, Mita harus
menerima kenyataan pahit tersebut. Minggu-minggu pertama sepeninggal
orangtuanya, Mita hidup dari belas kasihan para tetangga.
Yayasan Kanker
Tidak lama setelah
itu, ternyata ada orang yang tergerak hatinya untuk membantu Mita. Ia adalah
pemilik yayasan kanker. Sama seperti namanya, yayasan tersebut khusus dibangun
bagi para penderita kanker. Di tempat tersebut, Mita tinggal bersama anak-anak
lain yang menderita kanker.
Meski menderita kanker,
anak-anak di yayasan ini selalu ceria
menjalani masa hidupnya yang singkat. Selain mendapatkan pengobatan, penderita
kanker juga diberikan hiburan dan kegiatan positif lainnya. Mulai dari belajar
membaca, menulis, berhitung, menggambar, dan lain-lain. Semua hal tersebut
dilakukan sebagai pemacu semangat hidup para penderita kanker.
Cita-cita menjadi Koki Hebat
Sama seperti anak-anak lainnya, Mita juga
mempunyai cita-cita. Cita-cita Mita adalah menjadi koki hebat. Untuk mewujudkan
cita-cita tersebut, Mita harus berlatih memasak. Mungkin bagi anak-anak lain
yang masih memiliki ibu bisa meminta bantuan untuk mengajarkan memasak. Tapi
bagi Mita, ia harus berusaha sendiri, karena ibunya telah meninggal dunia.
Ternyata putri kecil ini tak kehabisan ide untuk
belajar memasak. Setiap pagi, Mita sudah berdiri tegap di depan dapur yayasan. Apa
yang Mita lakukan di depan dapur? Mita berdiri di depan dapur untuk menunggu
bibi memasak. Ya, Mita belajar memasak dengan melihat bibi mengolah bahan
makanan di dapur.
Melihat kesungguhan Mita, Bibi akhirnya
mengajarkannya memasak. Awalnya, Mita hanya diminta Bibi untuk mencuci sayuran
yang akan diolah. Kemudian berlanjut belajar memotong sayuran. Pisau yang
digunakan tentu saja tidak tajam. Hal ini bertujuan, agar tangan Mita terbebas
dari risiko terluka.
Dan pada suatu hari, yayasan kanker tersebut
mengadakan lomba memasak. Peserta lomba memasak tersebut, tentu saja para
penderita kanker. Semua peserta sangat
antusias mengikuti perlombaan ini, terutama Mita. Bagaimana tidak, menjadi
seorang koki adalah cita-citanya. Perlombaan ini menjadi tolak ukur sejauh mana
kemampuan Mita dalam hal memasak.
Peserta lomba dibagi menjadi beberapa kelompok.
Setiap kelompok terdiri dari tiga orang, 2 anak penderita kanker dan 1 orang dewasa.
Di usia yang masih kecil, tentu membutuhkan bantuan dari orang dewasa. Oleh
karena itulah orang dewasa diikutsertakan.
Lomba memasak dimulai. Lama waktu memasak adalah
2 jam. Di awal waktu lomba, semua peserta mulai mencuci dan memotong
bahan-bahan makanan. Mita sangat menikmati perlombaan ini. Apalagi dibandingkan
teman-temannya, Mita cukup handal dalam memotong sayuran.
Satu jam telah berlalu, bahan-bahan sudah
selesai dipotong. Langkah selanjutnya tinggal mengolah semua bahan di atas
penggorengan. Mita sudah tak sabar untuk memasukkan semua bahan ke wajan
penggorengan.
Namun sayang, tiba-tiba hujan mengguyur tempat
perlombaan. Hujan sangat deras, membuat perlombaan memasak tersebut terpaksa
dibatalkan. Semua anak dibawa masuk ke dalam yayasan untuk berteduh.
Ternyata ada satu anak yang masih bertahan
memasak di tengah guyuran hujan. Siapa lagi kalau bukan Mita. Ya, Mita tetap
asyik memasak meski hujan mengguyur badannya. Untung saja, pengurus yayasan
menyadari bahwa ada anak yang masih tertinggal di luar.
Pengurus yayasan tersebut berusaha membujuk Mita
untuk berteduh. Namun Mita tetap bersikeras bertahan di luar menyelesaikan
masakannya. Mita tidak memperdulikan kesehatannya. Padahal hujan deras itu
justru membuat paru-parunya terganggu.
Untung saja, pengurus yayasan akhirnya berhasil
membujuk Mita masuk untuk berteduh. Setelah itu, pengurus yayasan menyuruh Mita
untuk segera mengganti pakaiannya yang basah. Namun ternyata, Mita tidak
mengganti bajunya, tetapi bergegas ke dapur untuk melanjutkan memasak.
Melihat hal tersebut, pengurus yayasan khawatir
mengganggu kesehatan Mita. Apalagi hujan deras tadi membuat badan Mita
kedinginan dan akan berakibat fatal pada kesehatan paru-parunya. Percakapan
alot antara Mita dan pengurus yayasan pun terjadi.
Mita :
Mita mau masak sekarang.
Pengurus yayasan :
Jangan nanti Mita kecapean. Besok lagi masaknya ya.
Mita :
ga mau, Mita mau masak sekarang pokoknya.
Pengurus yayasan :
Mita, masaknya besok aja, sekarang ganti baju nanti sakit.
Mita :
ga mau. Mita takut ga sempet masak nanti.
Pengurus yayasan :
ibu janji, besok kita masak. Sekarang Mita istirahat ya
Mita :
Tapi Mita takut ga sempet masak nanti
Pengurus yayasan :
Mita masih punya banyak waktu buat masak kok.
Mita :
iya bu (Mita lari ke kamar sambil meneteskan air mata).
Waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Semua
sudah terlelap dalam tidurnya. Namun tiba-tiba dari kamar Mita terdengar suara
minta tolong. Mendengar suara itu, pengurus yayasan segera menghampiri kamar
Mita. Ternyata sesak napas Mita kambuh, mungkin karena kelelahan dan kehujanan.
Tanpa menunggu waktu, pengurus yayasan langsung
membawa Mita ke rumah sakit. Dokter berjanji akan berusaha semaksimal mungkin
melakukan penanganan untuk Mita. Setelah beberapa jam menunggu, sayang dokter
membawa kabar buruk. Dokter gagal menyelamatkan nyawa Mita.
Pengurus yayasan merasa sangat bersalah karena
tidak bisa mewujudkan keinginan terakhir Mita untuk bisa memasak. Padahal Mita
sudah berkata “ Mita takut ga sempet masak”. Ternyata itu adalah pertanda bahwa
Mita akan segera pergi untuk selamanya.
Nah, buat kita yang sehat harusnya bisa
mengambil hikmah dari perjalanan hidup Mita. Perjuangan hidup Mita menjadi
tamparan keras bagi kita untuk bersyukur. Bersyukur masih bisa menjalani
kehidupan. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk menghirup udara.
* Cerita ini diangkat dari kisah nyata.
* Cerita ini diangkat dari kisah nyata.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar