7 Feb 2013

Didera Penyakit Bronkhitis

Didera Penyakit Bronkhitis



Mungkin bagi sebagian orang menganggap bronkhitis penyakit biasa yang bisa sembuh dengan sedirinya. Padahal kenyataannya tidak seperti itu.

Contohnya saja saya. Ya, dulu saya menderita penyakit bronkhitis. Gejala yang saya rasakan adalah rasa sesak selalu datang di malam hari disertai dengan batuk kering (batuk Bangkong) yang menyesakkan dada. Kenapa disebut batuk bangkong? Ya, karena suara batuknya mirip dengan suara bangkong.

Ketika semasa sekolah dasar saya terkena penyakit bronkhitis. Mungkin karena fisik saya juga bisa dikatakan lemah. Untuk mengobati penyakit bronkhitis ini sampai dengan sembuh total diperlukan waktu setengah tahun.

Selama 6 bulan lamanya, saya harus ceck up dengan rutin. Paling tidak seminggu sekali datang ke rumah sakit memeriksakan perkembangan kesehatan saya. Dengan begitu, proses belajar disekolah pun menjadi terganggu. Apalagi dalam kegiatan olahraga, penyakit bronkhitis membuat kondisi tubuh saya gampang lelah. Bahkan, apabila ada kegiatan renang saya hanya diperbolehkan berenang sekitar 15-20 menit.



Penyakit bronkhitis membuat tubuh saya tak kuat menahan dingin. Hal inilah yang membuat saya tidak boleh berlama-lama di kolam renang. Ketika rasa dingin datang, pasti tangan dan kaki saya mengkerut keriput  (kayak kulit nenek”. Ahaha). Selain itu, waktu bermain pun berkurang. Ketika teman-teman mempunyai waktu banyak untuk bermain, saya hanya bisa melihat keasyikan, tanpa bisa merasakan kesenangannya.

Penyakit bronkhitis ini bukan hanya mengorbankan waktu belajar saya, melainkan juga orangtua. Orangtua saya secara bergantian mengantarkan ke rumah sakit untuk check up. Kedua orangtua memberikan motivasi sangat besar untuk kesembuhan saya.

Sampai saat ini saya masih ingat kalimat yang dilontarkan dokter kepada saya, “jangan minum es, ciki, permen, dan gorengan, kalau kamu pingin sembuh”. Oleh karena itulah, saya selalu ingat dan patuhi semua ucapan dokter tersebut.

Bronkhitis merupakan salah satu penyakit pernapasan yang terjadi peradangan selaput lendir pada saluran bronchial paru. Ketika selaput tersebut teriritasi membengkak dan tumbuh semakin tebal, akan menutup jalan udara ke dalam paru-paru. Hal inilah yang mengakibatkan serangan-serangan batuk muncul disertai dengan sesak napas.

Penyakit bronkhitis terbagi menjadi dua, yaitu akut (berlangsung selama kurang dari 6 minggu) dan kronis (sering kambuh selama 2 tahun)

 Untungnya, penyakit brokhitis yang saya derita masih tergolong akut, jadi pengobatan yang dilakukan pun tidak terlalu lama, hanya 6 bulan. Meskipun begitu, saya harus bolak balik check up ke dokter untuk mengetahui perkembangan kesehatan secara rutin

Pemeriksaan yang dolakukan pun bertahap dua bulan pertama, saya harus melakukan check up setiap minggu sekali. Kemudian, dua bulan berikutnya dua minggu sekali. Dan pemeriksaan dua bulan terakhir sebulan sekali.

Setiap kali pemeriksaan saya harus menghadapi tiga  tahap pemeriksaan, yaitu pemeriksaan fisik, cek darah, dan pemeriksaan radiologi. Dalam setiap pemeriksaan saya harus berpuasa, katanya sih biar kondisi tubuhnya normal (nah lo, emang kalo makan ga normal)

Dalam pemeriksaan fisik, saya langsung ditangani dan berkonsultasi dengan dokter. Dari namanya saja pasti sudah tertebak cara pemeriksaannya. Ya, tahap pemeriksaan ini dokter memeriksa kesehatan pasien secara fisik. 


Menurut dokter, jika fisik saya semakin kurus, hal itu menandakan bahwa penyakit nya semakin parah. Sebaliknya, jika tubuh saya bertambah gemuk, kondisi kesehatan juga semakin baik. Oleh karena itu, dokter selalu mengingatkan saya banyak makan, supaya lekas sembuh dari penyakit bronkhitis ini. 



Tahap pemeriksaan yang kedua adalah cek darah. Bagi saya, tahap pemeriksaan yang paling dibenci adalah cek darah. Maklum, saya termasuk orang yang takut disuntik. Dokter yang menangani saya pun tahu akan ketakutan itu, sehingga dia selalu berkata “Ayo disuntik dulu rasanya tidak sakit kok, kayak digigit semut”. Ucapan seperti itu seringkali dilontarkan dokter untuk menenangkan saya.

Ternyata ucapan dokter tersebut mampu meningkatkan rasa keberanian saya (walau sedikit). Rasanya ingin sekali menangis ketika dokter mengambil darah saya melalui suntikan. Tapi, rasa malu saya lebih besar daripada ketakutan (malu udah gede ko nangis). Ya, meskipun waktu itu saya masih SD, tapi rasanya malu menangis di depan umum, hanya karena disuntik (konyol gitulah).

Hasil tes darah tersebut baru bisa diambil setengah jam kemudian. Selagi menunggu hasil tes darah tersebut selesai, saya melanjutkan pemeriksaan berikutnya.


Dan pemeriksaan yang terakhir adalah pemeriksaan radiologi. Pada tahap pemriksaan ini saya melakukan rontgen atau foto torax dada. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi paru-paru saya. Hasil pemeriksaan ini kemudian akan dijadikan dokter sebagai bahan untuk mendiagnosis perkembangan penyakit bronkhitis saya. Apabila hasil rontgen menunjukka masih ada bercak hitam pada paru-paru berarti masih memerlukan penanganan intensif dari dokter.

Alhamdulilah, masa-masa sakit itu telah berakhir, masa pengobatan selama 6 bulan pun sudah terlewati. Dan akhirnya, saya berhasil terlepas (alias sembuh) dari penyakit bronkhitis.

Intinya sih, saya cuma mau berbagai sama semua orang yang lagi didera penyakit. Apapun penyakitnya, ringan ataupun berat, asalkan ada niat dan usaha, Insya Allah akan sembuh…..

Saatnya bilang berhasil, berhasil, berhasil hore (ahaha, serasa jadi dora)




Ini ceritaku, mana ceritamu.

2 komentar:

  1. Saya sekarang lagi kena bronkitis mbak, dahak saya dulu berwarna kuning, sekarang sudah bening, tapi masih merasa pusing tidak enak. Bosan rasanya kontrol ke dokter terus, bayar pula, mahal. Sedih sekali rasanya.

    BalasHapus
  2. Saya juga sedang pengobatan bronkhitis.. Capek dn sedih rasanya.. Belum lagi obat2an yg dikonsumsi ckup banyak.. Kuncinya sabar dan tawakal.. Motivasi diri pun harus selalu dijaga.. InsyaAllah kesembuhan akan segera datang.. Aamiin..

    BalasHapus