Didera Penyakit Bronkhitis
Mungkin bagi sebagian
orang menganggap bronkhitis penyakit biasa yang bisa sembuh dengan sedirinya.
Padahal kenyataannya tidak seperti itu.
Contohnya saja saya. Ya,
dulu saya menderita penyakit bronkhitis. Gejala yang saya rasakan adalah rasa
sesak selalu datang di malam hari disertai dengan batuk kering (batuk Bangkong)
yang menyesakkan dada. Kenapa disebut batuk bangkong? Ya, karena suara batuknya
mirip dengan suara bangkong.
Ketika semasa sekolah
dasar saya terkena penyakit bronkhitis. Mungkin karena fisik saya juga bisa
dikatakan lemah. Untuk mengobati penyakit bronkhitis ini sampai dengan sembuh
total diperlukan waktu setengah tahun.
Selama 6 bulan lamanya,
saya harus ceck up dengan rutin. Paling tidak seminggu sekali datang ke rumah
sakit memeriksakan perkembangan kesehatan saya. Dengan begitu, proses belajar
disekolah pun menjadi terganggu. Apalagi dalam kegiatan olahraga, penyakit bronkhitis
membuat kondisi tubuh saya gampang lelah. Bahkan, apabila ada kegiatan renang
saya hanya diperbolehkan berenang sekitar 15-20 menit.
Penyakit bronkhitis membuat
tubuh saya tak kuat menahan dingin. Hal inilah yang membuat saya tidak boleh
berlama-lama di kolam renang. Ketika rasa dingin datang, pasti tangan dan kaki
saya mengkerut keriput (kayak kulit
nenek”. Ahaha). Selain itu, waktu bermain pun berkurang. Ketika teman-teman
mempunyai waktu banyak untuk bermain, saya hanya bisa melihat keasyikan, tanpa
bisa merasakan kesenangannya.
Penyakit bronkhitis ini bukan
hanya mengorbankan waktu belajar saya, melainkan juga orangtua. Orangtua saya
secara bergantian mengantarkan ke rumah sakit untuk check up. Kedua orangtua
memberikan motivasi sangat besar untuk kesembuhan saya.
Sampai saat ini saya
masih ingat kalimat yang dilontarkan dokter kepada saya, “jangan minum es, ciki, permen, dan gorengan, kalau kamu pingin sembuh”. Oleh karena itulah, saya
selalu ingat dan patuhi semua ucapan dokter tersebut.
Bronkhitis merupakan
salah satu penyakit pernapasan yang terjadi peradangan selaput lendir pada
saluran bronchial paru. Ketika selaput tersebut teriritasi membengkak dan
tumbuh semakin tebal, akan menutup jalan udara ke dalam paru-paru. Hal inilah
yang mengakibatkan serangan-serangan batuk muncul disertai dengan sesak napas.
Penyakit bronkhitis
terbagi menjadi dua, yaitu akut (berlangsung selama kurang dari 6 minggu) dan
kronis (sering kambuh selama 2 tahun)
Untungnya, penyakit brokhitis yang saya derita
masih tergolong akut, jadi pengobatan yang dilakukan pun tidak terlalu lama,
hanya 6 bulan. Meskipun begitu, saya harus bolak balik check up ke dokter untuk
mengetahui perkembangan kesehatan secara rutin
Pemeriksaan yang
dolakukan pun bertahap dua bulan pertama, saya harus melakukan check up setiap
minggu sekali. Kemudian, dua bulan berikutnya dua minggu sekali. Dan pemeriksaan
dua bulan terakhir sebulan sekali.
Setiap kali pemeriksaan
saya harus menghadapi tiga tahap pemeriksaan,
yaitu pemeriksaan fisik, cek darah, dan pemeriksaan radiologi. Dalam setiap
pemeriksaan saya harus berpuasa, katanya sih biar kondisi tubuhnya normal (nah
lo, emang kalo makan ga normal)
Dalam pemeriksaan fisik,
saya langsung ditangani dan berkonsultasi dengan dokter. Dari namanya saja
pasti sudah tertebak cara pemeriksaannya. Ya, tahap pemeriksaan ini dokter
memeriksa kesehatan pasien secara fisik.
Menurut dokter, jika
fisik saya semakin kurus, hal itu menandakan bahwa penyakit nya semakin parah. Sebaliknya,
jika tubuh saya bertambah gemuk, kondisi kesehatan juga semakin baik. Oleh
karena itu, dokter selalu mengingatkan saya banyak makan, supaya lekas sembuh
dari penyakit bronkhitis ini.
Tahap pemeriksaan yang
kedua adalah cek darah. Bagi saya, tahap pemeriksaan yang paling dibenci adalah
cek darah. Maklum, saya termasuk orang yang takut disuntik. Dokter yang
menangani saya pun tahu akan ketakutan itu, sehingga dia selalu berkata “Ayo
disuntik dulu rasanya tidak sakit kok, kayak digigit semut”. Ucapan seperti itu
seringkali dilontarkan dokter untuk menenangkan saya.
Ternyata ucapan dokter
tersebut mampu meningkatkan rasa keberanian saya (walau sedikit). Rasanya ingin
sekali menangis ketika dokter mengambil darah saya melalui suntikan. Tapi, rasa
malu saya lebih besar daripada ketakutan (malu udah gede ko nangis). Ya,
meskipun waktu itu saya masih SD, tapi rasanya malu menangis di depan umum,
hanya karena disuntik (konyol gitulah).
Hasil tes darah tersebut
baru bisa diambil setengah jam kemudian. Selagi menunggu hasil tes darah
tersebut selesai, saya melanjutkan pemeriksaan berikutnya.
Dan pemeriksaan yang
terakhir adalah pemeriksaan radiologi. Pada tahap pemriksaan ini saya melakukan
rontgen atau foto torax dada. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kondisi
paru-paru saya. Hasil pemeriksaan ini kemudian akan dijadikan dokter sebagai
bahan untuk mendiagnosis perkembangan penyakit bronkhitis saya. Apabila hasil
rontgen menunjukka masih ada bercak hitam pada paru-paru berarti masih
memerlukan penanganan intensif dari dokter.
Alhamdulilah, masa-masa
sakit itu telah berakhir, masa pengobatan selama 6 bulan pun sudah terlewati. Dan
akhirnya, saya berhasil terlepas (alias sembuh) dari penyakit bronkhitis.
Intinya sih, saya cuma mau
berbagai sama semua orang yang lagi didera penyakit. Apapun penyakitnya, ringan
ataupun berat, asalkan ada niat dan usaha, Insya Allah akan sembuh…..
Saatnya bilang berhasil,
berhasil, berhasil hore (ahaha, serasa jadi dora)
Ini ceritaku, mana
ceritamu.






Saya sekarang lagi kena bronkitis mbak, dahak saya dulu berwarna kuning, sekarang sudah bening, tapi masih merasa pusing tidak enak. Bosan rasanya kontrol ke dokter terus, bayar pula, mahal. Sedih sekali rasanya.
BalasHapusSaya juga sedang pengobatan bronkhitis.. Capek dn sedih rasanya.. Belum lagi obat2an yg dikonsumsi ckup banyak.. Kuncinya sabar dan tawakal.. Motivasi diri pun harus selalu dijaga.. InsyaAllah kesembuhan akan segera datang.. Aamiin..
BalasHapus